Giat tanam sawit untuk program PSR di Sekadau. |
BorneoTribun Sekadau, Kalbar - Koperasi Unit Desa (KUD) Sido Makmur di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, mendapat program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk luas 100 hektare dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Untuk giat tanam perdana PSR di KUD Sido Makmur yang merupakan eks petani plasma PT Multi Prima Entaka telah dilakukan bersama Wakil Bupati Sekadau di Desa Enkersik, Kecamatan Sekadau Hilir," ujar Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar, M. Munsif di Pontianak, Minggu.
Ia menjelaskan bahwa secara total di Kabupaten Sekadau, dari sisi luas atau terbesar penerima hibah program PSR yakni urutan keempat di Kalimantan Barat.
"Kabupaten Sekadau menerima hibah program PSR dari BPDPKS sejak 2019 - 2021 dengan total nilai hibah Rp36,59 M dari Rp454, 57 M se- Kalimantan Barat untuk 16.512 hektare," jelas dia.
Ia menyebutkan bahwa hingga pertengahan Juni 2022, realisasi program PSR di Kalimantan Barat mencapai 16,8 ribu hektare atau setara dengan nilai sekitar Rp400 miliar.
"Selama empat tahun masuk program PSR yang dihadirkan negara melalui BPDPKS realisasi mencapai 16,8 ribu hektare. Tentu realisasi ini masih perlu ditingkatkan," kata dia.
Menurutnya dari realisasi PSR yang ada di Kalbar tersebut jumlahnya masih rendah sehingga perlu sinergi antara pusat, provinsi dan kabupaten. Sehingga serapan dana program PSR tersebut maksimal di Provinsi Kalbar.
"Kita minta dana ke pusat besar dan bersyukur pekebun sawit mendapat hal spesial adanya program PSR. PSR ini adalah hadiah negara untuk pekebun sawit. Untuk itu harus diserap betul-betul di daerah. Sangat sayang bantuan PSR ini senilai Rp30 juta secara cuma - cuma tidak dinikmati pekebun," kata dia.
Sevelumnya terkait komoditas sawit, Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi (LPEM) FEB Universitas Indonesia menyebutkan peningkatan ekspor crude palm oil (CPO) dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit.
Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI Eugenia Mardanugraha mengungkapkan bahwa setiap peningkatan ekspor CPO satu persen mampu mengerek harga TBS rerata 0,33 persen.
Oleh karena itu, menurut dia, sangat dibutuhkan banyak volume ekspor untuk mengembalikan keekonomian harga TBS petani.
“Dibutuhkan peningkatan ekspor sebesar 1.740 persen atau 17 kali lipat supaya harga TBS petani dapat meningkat dari Rp861 per kilogram (asumsi harga petani swadaya per 9 Juli 2022) menjadi Rp2.250 per kilogram," kata Eugenia.
(DD/ANT)
*BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS